Pagi ini harus segera selesai semua pekerjaan, gumam Nur saat harus menyetrika dengan cepat semua seragam merah putih. Anknya masih tertidur dengan pulas, sinar lampu kecil kamar tidur hanya memperlihatkan sebaris wajah, entah mirip Nur atau mirip Bapaknya anak itu. Nur kembali mebereskan semua itu sebelum adzan subuh terdengar dari mushola seberang.
Kembali nur melihat nasi yang sedang di masaknya, kemudian
mengambil beberapa lauk di wajan untuk anaknya tercinta. Semua sudah selesai,
tinggal membereskan rumah dan menyapu. Nur menghela nafas, ibunya yang tua
masih tertidur, tak tega membangunkan sepagi ini, ketika batuknya mulai menjadi
saat alergi pagi, entah namanya adalah asma atau hanya penyakit tua saja.
Nur menyeka keringat
di dahinya, wajah cantik keibuan masih bertengger ayu walau beberapa kerut
mulai tampak. Nur belum terlalu tua, saat ditinggal mati suaminya dahulu dia
baru berusia 35 tahun, dan anaknya sekarang Udin yang masih SD kelas 2
hidup bersamanya. Suaminya meninggal saat kecelakaan ditempat
kerja. Dia hanya dapat santunan dari para teman kerja, tidak dari jasa raharja,
karena Suaminya tidak pernah secara remi menikahinya. Nikah sirri kata
orang-orang, kata nur ini nikah betulan, hanya saja tidak lewat KUA. Suaminya
dahulu adalah anak seorang kaya raya, tapi tanpa restu keluarga dia menikahi
Nur dan hidup bersama ibu Nur yang sudah tua. Suaminya ingin menikahi Nur
dengan resmi Agama dan Negara, tapi apa daya saat masalah persuratan menghalangi
mereka untuk menikah, dan jalan alternative adalah nikah secara agama saja.“Ayo
bangun nak… sudah adzan…” bisik Nur ke tilinga Udin. Dan si kecil itu hanya
menggeliat beralih posisi, membentuk huruf U. Nur tersenyum, kembali mengangkat
beberapa pakaian kotor untuk di rendam. Di kamar mandi, ibu Nur sudah mengambil
wudhu, sesekali terdengar suara batuknya.
Nur kembali mendatangi anaknya dan membangunkan, kali ini
berhasil, UDin menguap lebar, dan tersenyum lebar. ‘Ayo cepat sholat subuh,
sudah iqomah tuh”.
Kali ini Nur yakin, udin mirip Bapaknya dahulu, yang
periang, suka tersenyum dan sedikit manja. Tapi apa arti mirip wajah dan
karakter, jika kesemuanya itu dinafikan oleh hukum. Dan itu sangat menyakitkan
hati Nur. Bahkan Pemerintah sendiri, tidak pernah membela Nur. Tapi giliran
pemilu, Nur dianggap tamu istimewa, diajari nyoblos, diajari milih, diajari ini
itu. Tapi saat Nur menuntut haknya, hal anaknya pemerintah berdalih dengan
undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 Ayat 2 dan pasal 43 Ayat
1, Nur ingat sekali,saat pengacara keluarga suaminya mengatakan itu. Anak yang
lahir dari luar perkawinan selama ini hanya memiliki hubungan perdata kepada
ibu dan keluarga ibu. Nur menangis disujudnya, Nur ingin berontak untuk hak
anaknya. Secara biologis Udin adalah anak dari Bapak dan Ibunya, dia lahir
karena ada ikhtiar, dia lahir karena ada sebab akibat. Kenapa Negara tidak
mengakuinya.
Dan biaya sekolah udin harus ditanggung nur sendiri,
bukunya, alat sekolahnya. Udin anak pandai, tapi tidak mendapatkan sekolah
bagus, karena biaya sangat mahal. Padahal ahli waris dari bapak Udin adalah hak
Udin. Hak Udin mendapatkan cinta saudaranya, mendapatkan harta dan segala
fasilitas waris dari ayahnya. Dan, Nur hanya seorang tukang cuci dan pembantu
serabutan dirumah Hajah Susi. Nur tidak ingin menuntut lebih, dia hanya ingin
keadilan untuk Udin.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !